Halaman

Sabtu, 26 Februari 2011

NYAWAKU BUKTI CINTA

Aku terduduk membeku dikolong meja yang biasa aku gunakan untuk belajar. Mataku berair menahan rasa sesak yang menghujam hulu hatiku. Semuanya memuncak seakan hendak dimuntahkan menjadi lahar kepedihan yang membanjiri rasa sakit ini. Aku menekankan telapak tanganku untuk menutupi aliran suara yang menerobos lubang pendengaranku. Dalam pikiranku hanya ada beberapa kata yang hendak ku makikan kepada orang tua ku “ APA INI CINTA..?” “ UNTUK APA CINTA ITU ..?”

Sudah sekian kali emosi jiwa orang tuaku pecah tak terkendali. Umpatan kata liar dan caci makian terlepas dari lidah binal mereka. Mereka tak mempedulikan dimana mereka mempertontonkan pergulatan emosi dan keamarahan mereka. Padahal disini aku menatap dengan mata nanar penuh kekecewaan akan tingkah egoisme yang selalu mereka sanjung dan agungkan. Sebenarnya apa arti aku hidup bagi mereka..? apakah aku hadir hanya menjadi penonton dan saksi bisu untuk potongan episode drama melankolis percintaan busuk mereka..? aku dianggap angin yang menguap sia-sia begitu saja.

PLAAAKKKKK

Tamparan keras menyapa pipi halus mamaku, aku tertegun membatu dengan mulut yang menganga. Disudut bibirnya mengalir cairan merah jernih hasil dari tindakan yang dilakukankan oleh idola dan panutan hidupku. Tapi itu dulu, disaat aku belum tahu apa yang berada dibalik topeng wajahnya. Sekarang semua berubah menjadi amarah setelah apa yang tersembunyi itu terkuak dengan nyata. Papaku adalah monster dalam rumah idaman yang ku huni selama ini.

“ dasar bajingan ” teriak mamaku sambil menyerang papaku dengan pukulannya yang tak berarti.

“ lalu kamu apa..? seorang istri yang suka selingkuh.” Umpat papaku menangkis pukulan mamaku dengan tangan kokohnya.

“ kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu lakukan di luar sana..? bermain liar dengan para kupu-kupu jalanan “

“ baguslah kalo kamu tahu,, sekarang apa mau kamu..?”

“ aku minta cerai”

CERAI..????

Aku syok mendengar kata itu meluncur begitu sempurna dari mulut indah mamaku. Kata yang tak pantas dan beretika diucapkan dimuka hasil dari buah cinta mereka. Tapi apa peduli mereka, aku ini hanya angin bagi mereka. Yang keberadaanya mereka sadari, tapi menjadi kasat mata dibola mata mereka. Ingin rasanya aku terjang dada bidang papaku, dan aku cakar wajah persolen mulus mamaku. Agar mereka sadar akan arti kehadiranku diantara mereka. Tapi semua hanya tindakan sia-sia yang tak sempat ku abadikan. Karena kaki dan jemari kecil ku tak mampu meruntuhkan kedua ego mereka.

“ oh,, aku juga sudah tidak tahan hidup dengan wanita yang egois seperti kamu”

“ kamu pikir aku betah tingggal serumah dengan lelaki liar seperti kamu”

“ kamu jaga lidah kamu “

“ emang benarkan..?”

“ tutup mulut kamu”

“ kenapa ,,? Kamu takut Cinta tahu siapa papanya..?”

“ aku bilang tutup semua omong kosongmu” mengancungkan lengannya yang kekar dihadapan mamaku.

Aku keluar dari persembunyian yang selama ini menaungiku. Aku berlari di antara kedua makhluk nista yang telah menghadirkanku ke dunia ini dengan rasa cinta sejati yang pernah terukir dihati mereka.Tapi cinta itu hanya sementera. Karena semua berubah jadi malapetaka yang mencabik-cabik jiwa. Dan jiwa yang tercabik itu adalah aku. Mengapa hanya aku..? karena mereka tak pernah mempunyai jiwa.

Dan sebuah pukulan dahsyat mendarat dengan telak dipipiku.Aku terhuyun mundar dan tersimpuh dilantai dingin ruangan itu. Pipiku terasa kebas seakan terbius beberapa botol alkohol. Mataku berair menahan rasa pusing dan berat yang menyergap dalam aliran darah ke otakku.Aku berusaha mengangkat wajahku kearah monster itu. Tapi semua terasa kabur. Dan ketika pandanganku telah kembali, aku menemukan beberapa tetes air berwarnah merah yang telah kental menghitam.Aku tersentak dan meringis,, bukan karena sakit, tapi karena takjub dengan apa yang telah diperbuat oleh penciptaku.

Ketika aku hendak berdiri, sebuah tangan kokoh mengapai pipiku yang telah membengkak. Rabaannya terasa hangat membakar di setiap pembuluh-pembuluh darah wajahku. Tapi entah kenapa aku ingin memunculkan naluri keegoisanku juga. Aku ingin mereka tahu bahwa aku juga mewarisi tingkah keegoisan mereka. Aku berusaha memberontak dengan segala sisa tenaga yang ku punya. Tapi aku tahu bahwa ini tak berarti apa-apa.

“ cinta,, kamu tidak apa-apa kan sayang “ Tanya papaku memasang muka palsu yang ingin ku terkam sejak tadi.

“ tidak apa-apa katamu..? dasar brengsek.. sudah jelas dia berdarah “ maki mamaku membuat aku semakin mendidih tapi aku berusaha memberikan hawa tenang tapi akan menghujam jantung mereka.

“ papa,, mama,, cinta tidak apa-apa.. ini sama sekali tidak sakit “

“ benar sayang..? kamu tidak apa apa..?” belai papaku

“ tapi kamu berdarah sayang” imbuh mamaku

“ beneran ini tidak sakit.. tapi yang lebih tepatnya.. ini bukan apa-apa dibandingkan sakit yang ada disini ma,, papa.. lihat.. sakit yang ada disini” kataku memberikan sesuatu yang menampar wajah mereka secara abstrak sambil menujukan jemariiku kearah hatiku.

“ itu semua salah kamu ,, kamu yang telah menyakiti cinta” hardik mamaku terhadap papaku

“ jaga ucapan kamu,, kamu juga menyakiti cinta,, kamu pikir tindakan kamu tidak ikut andil dalam hal ini..?” balas papaku dengan telak.

Aku semakin memanas mendengar kata-kata yang terlontar dari kedua mulut orang tuaku. Darahku seakan naik keotakku dan memberikan segala nafsu keamarahannya terhadap jiwaku yang semakin tak terarah. Ingin rasanya kucabik mulut dan ku tarik lidah yang menjadi sumber suara mereka agar semuanya tenang. Akhirnya ku ledakan semua bara apa yang ada di hatiku.

“ Diam semuanyaaaaa” teriakan ku mebahana memenuhi ruangan kaku ini.

“ kalian semuanya benar dan aku yang salah, aku salah telah terlahir dari buah cinta kalian, aku pikir aku akan bahagia hidup dengan orang tua yang mempunyai kasih sayang seperti kalian. Tapi aku salah.. cinta yang selama ini kalian perlihatkan kepadaku hanya kemunafikan yang berusaha kalian tutupi. sekarang kalian puas..?”

Kedua orang tuaku tertegun mendengar ucapanku. Tapi ternyata benteng egoisme itu tak mampu dirobohkan begitu saja.

“ Cinta jaga mulut kamu,, kamu tidak pantas berkata begitu “ bentak papaku.

“ baik pa.. aku akan diam.. aku harap papa tidak akan menyesali apa yang telah terjadi”

Aku telah membulatkan semuanya. Aku akan melakukan apa yang sejak dulu hendak aku lakukan. Akupun melangkah menuju meja makan yang terletak di tengah ruangan. Disana bersinggasana sebilah pisau buah yang terlihat begitu mengoda kepadaku. Aku segera meraihnya dan sudah tak sabar hendak menjamah ketajamannya. Setelah pisau itu telah beralih ketanganku aku segera kembali kedalam ruangan yang akan menjadi saksi ini semua. Dari luar masih terdengar suara makian yang makin memantapkan apa yang hendak aku raih.

“ Pa,, apa yang papa inginkan akan terkabulkan .. semoga apa yang akan aku lakukan ini akan membuat papa dan mama bahagia”

Setelah kata itu terucap dari bibirku , ketajaman pisau yang berada ditanganku pun langsung menjamah nadi-nadiku. Seketika itu juga tersembur cairan kehidupanku dihadapan kedua wajah orang tuaku. Mamaku terpekik dan menjerit menyaksikan semuanya. Papaku membeku dan terlihat seperti kehilangan ekspresi untuk mewakili apa yang telah ku lakukan ini. Darah panas itu pun terus mengalir dari nadiku memenuhi lantai yang sejak tadi dingin. Dan semuanya telah terjadi dan takkan dapat kembali.

“ aku kan pergi untuk menyampaikan kepada tuhanku bahwa aku ini adalah hasil cinta sejati kalian. Walaupun cinta itu kini telah sirna.,, tapi dia pernah ada dan mampu menciptkanku disini. Aku sekarang harus pergi karena cinta itu juga telah pergi.. biarkan aku menyusulnya dan hidup bersamanya untuk menjaga cinta sejati kalian dulu. Mama..papa maafkan aku harus lakukan ini”

seketika itu juga mataku terpejam dan tak mampu lagi terbuka. Aku tidak tahu apa lagi yang terjadi. Yang aku tahu hidupku telah berakhir bersama cinta sejati kedua orang tuaku. Dan cinta orang tuaku itu tercipta untuk aku bawa mati bersama jiwa ku yang telah tenang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar